Pemanfaatan Data LiDAR dan Foto Udara untuk Pemodelan Kota Tiga Dimensi (Studi Kasus: Wilayah Surabaya Barat)
Keywords:
foto udara, kota tiga dimensi, LiDAR, semi automatisAbstract
Kebutuhan informasi geospasial tiga dimensi (3D) untuk wilayah kota sangatlah penting mengingat kota sebagai pusat kegiatan dengan jumlah bangunan dan infrastruktur yang banyak dan memiliki karakteristik data geospasial yang multi obyek, multi struktur dan bermacam jenis (heterogenitas). Informasi visualisasi data geospasial 3D dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan terkait dengan keberlangsungan perencanaan, pembangunan dan operasional infrastruktur di wilayah kota. Dalam membuat 3D city model tentu diperlukan data-data yang mendukung seperti data ketinggian, footprint bangunan, titik vegetasi, dan jaringan jalan. Data tersebut dapat diperoleh dari LiDAR (Light Detection and Ranging) dan foto udara. LiDAR digunakan untuk informasi ketinggian dan foto udara digunakan untuk memodelkan atap. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk membuat kota tiga dimensi adalah metode semi-automatis. Metode ini memodelkan seluruh kota menggunakan sistem yang dapat menumbuhkan jaringan. Jaringan dapat diatur dalam beberapa menit dengan proses otomatisasi tetapi jika pengguna ingin diubah, dapat dilakukan secara manual. Hasil yang didapatkan adalah didapatkan lima tipe atap pada lokasi penelitian, yaitu pelana (gable), limas (hip), datar (flat), kubah (dome), dan mansard. Tipe atap yang dominan adalah tipe datar, pelana, dan limas. Sedangkan tipe kubah dan mansard hanya sebagai pelengkap. Jika ditinjau dari tingkat kesulitannya, gedung tinggi jenis apartemen adalah tipe bangunan yang sulit untuk dimodelkan. Kemudian perumahan dan yang paling mudah dimodelkan adalah permukiman. Tingkat kesulitan diukur berdasarkan kompleksitas atap masing-masing bangunan. Kesalahan yang terjadi dalam pemodelan berasal dari kurang atau lebihnya segmentasi atap. Hal ini bisa diatasi dengan mengulang segmentasi atap menggunakan foto udara. Ketelitian geometri keliling yang dihasilkan sebesar 0,92 m dari toleransi sebesar 2 m. Ketelitian luas yang dihasilkan sebesar 0,34% kesalahan luas dari toleransi 2%. Sedangkan ketelitian level of detail (LOD) level 2 sebesar 86,07% dari toleransi 85%. Hal ini menunjukkan bahwa model yang dihasilkan dapat diterima.
The need for three-dimensional geospatial information (3D) for urban areas is very important considering the city as a center of activity with a large number of buildings and infrastructure and has the characteristics of multi-object geospatial data, multi-structure and various types (heterogeneity). 3D geospatial data visualization information can be used as a basis for decision making related to the sustainability of planning, construction, and operational infrastructure in urban areas. To establish a 3D city model, supporting data such as elevation, building footprint, vegetation point, and road network are needed. The data can be obtained from LiDAR (Light Detection and Ranging) and aerial photography. LiDAR is used for height information and aerial photography is used to model the roof. One method that can be applied to create three-dimensional cities is the semi-automatic method. This method models the entire city using a system to grow the network. The network can be set up in minutes with the automation process but if the user wants to modify, it can be done manually. The results obtain five types of roofs at the study site, namely the gable, hip, flat, dome, and mansard. The dominant roof types are flat, gable, and hip types. While the type of dome and mansard is only as a supplement. Regarding the level of difficulty, a high-rise apartment is a type of building that is difficult to model. The next difficulty of roof modelling is housing then settlement. The difficulty level is determined based on the complexity of the roof of each building. Errors occuring in modeling come from less or more roof segmentation. This can be overcome by repeating the segmentation of the roof using aerial photographs. The accuracy of the geometry accuracy of circumference is 0.92 m from 2 m. The error of area geometry is about 0.34%, with error tolerance of 2%. While the accuracy of the level of detail (LOD) 2 is 86.07%, with a tolerance of 85%. This reveals that the model provided by this study can be accepted.
References
Atmaja, A.A., Prasetyo, Y., Haniah, H. (2016). Deteksi Objek Berbahaya dan Pemodelan 3D Jaringan Kelistrikan Menggunakan Teknologi LiDAR (Studi kasus: Koridor jaringan kelistrikan di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Indonesia). Jurnal Geodesi Undip 5:57-67.
Batara, Y.D. (2012). Pembuatan Model Tiga Dimensi (3D) Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk Visualisasi Wilayah Kota. Jurnal POROS TEKNIK 4: 14-18.
Effendi, Z. (2017). Gaet Investor, Surabaya Siapkan Foto Udara dan Peta Lidar. news.detik.com/berita-jawa-timur/d-3406572/gaet-investor-surabaya-siapkan-foto-udara-dan-peta-lidar diakses pada Selasa, 25 Februari 2020.
Open Geospatial Consortium (OGC). (2012). OGC City Geography Markup Language (CityGML) Encoding Standard.
Parish, Y.I.H., Muller, P. (2001). Procedural Modeling of Cities. Zurich: ETH Zurich.
Suwandi, L. (2017). Memanfaatkan Data 3D untuk Perencanaan Kota. https://medium.com/@lusisuwandi/memanfaatkan-data-3d-untuk-perencanaan-kota-60474446e3bf, diakses pada 3 Januari 2020.
Turksever, S. (2015). 3D Modeling with City Engine.Turki: Istanbul Technical University. DOI: 10.13140/RG.2.2.30548.30085
Zheng, Y., Weng, Q., dan Zheng, Y. (2017). “A Hybrid Approach for Three-Dimensional Building Reconstruction in Indianapolis from LiDAR Data”. Remote Sensing Journal 9: 310.