Prioritas Penanganan Lemahnya Pengendalian Ruang dalam Mengatasi Perkembangan Permukiman terhadap Konurbasi di Kabupaten Sidoarjo
Main Article Content
Abstract
Kabupaten Sidoarjo merupakan salah satu kabupaten yang menerima dampak dari perkembangan Kota Surabaya yang ditandai dengan pembangunan ring pada jalan arteri utama sehingga berdampak signifikan pada perumahan dan permukiman. Penggunaan lahan pemukiman di Sidoarjo meningkat sebesar 7,63% per tahun pada rentang waktu tahun 1994 hingga 2012. Pertumbuhan pemukiman yang dramatis di Sidoarjo menunjukkan kelemahan dalam pengendalian pemanfaatan ruang. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi prioritas penanganan lemahnya pengendalian ruang dalam mengatasi perkembangan permukiman terhadap konurbasi di Kabupaten Sidoarjo. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif berupa content analysis dengan alat bantu NVIVO. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengendalian ruang yang lemah berkontribusi terhadap perkembangan konurbasi di Kabupaten Sidoarjo. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa factor prioritas meliputi: 1) Penegakkan Hukum: Tema ini mencakup actor penegakkan, sosialisasi, dan pelaporan pelanggaran. Ini memiliki frekuensi tertinggi (120) dan porsi terbesar (0.68). Ini merupakan tema paling mendesak dengan frekuensi dan kekuatan tertinggi; dan 2) Perizinan: Tema ini membahas dasar hukum, actor perizinan, dan penilaian KKPR. Ini memiliki frekuensi kedua tertinggi (70) dan rasio berat 0.39. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka perlunya prioritas penanganan. Prioritas penanganan lemahnya pengendalian ruang mencakup hal-hal di bawah ini: Penegakkan Hukum meliputi 1) Aktor penegakkan berupa tidak adanya pembentukkan tim terpadu penegak RTRW, tidak jelasnya lingkup tugas Satpol PP dan DP2CKTR dalam penegakkan RTRW, PPNS tata ruang tidak independent; 2) Sosialisasi: kurang tersosialisasinya ke masyarakat terkait pelanggaran tanah kavling yang dibangun pada zona tidak sesuai; 3) Pelaporan Pelanggaran: sebagian masyarakat belum mengetahui ada media yang memudahkan masyarakat dalam melakukan pelaporan pelanggaran, saat ini pelaporan masih bernjenjang dari desa/kelurahan-kecamatan-Kabupaten. Perizinan meliputi 1) Dasar hukum: hilangnya kawasan pengendalian ketat yang diatur oleh Provinsi; 2) Aktor perizinan: Terdapat oknum yang kurang profresional terkait legalisasi perizinan permukiman: 3) Penilaian KKPR: Tidak ada standar jelas terkait ketetentuan jenis KKPR yang bisa dimasukkan dalam kategori FPR dan FPR sebagai forum diskusi OPD tidak berjalan maksimal karena Keputusan tetap berada di wewenang tertinggi, minimnya partisipasi aktor lokal dalam mempertimbangkan penilaian KKPR