Isi Artikel Utama
Abstrak
Peternak sapi perah di Desa Blarang memanfaatkan silase rumput Pakchong sebagai solusi terhadap kelangkaan pakan hijauan selama musim kemarau. Pengujian kualitas silase yang relatif mahal dan kompleks mendorong tim pengabdi merancang sistem pemantauan proses fermentasi dan kualitas silase, yang dilengkapi dengan tiga jenis sensor: sensor MQ135 untuk mendeteksi konsentrasi gas amonia, sensor DHT22 untuk mengukur suhu dan kelembaban, serta sensor pH-4502c untuk memantau tingkat keasaman. Sistem ini juga diintegrasikan dengan teknologi machine learning untuk memprediksi kualitas serta durasi fermentasi silase berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 430/KPTS/KN.200/M/7/2019. Hasil pemantauan selama 40 hari menunjukkan bahwa kadar air meningkat selama proses fermentasi, namun masih dalam batas yang dapat diterima, tanpa adanya pembusukan akibat jamur. Selain itu, kandungan nutrien silase mengalami peningkatan, sehingga dinyatakan layak untuk dikonsumsi oleh sapi perah. Algoritma machine learning yang digunakan menunjukkan bahwa parameter masukan seperti kadar air, tingkat keasaman, suhu, dan kelembaban udara memiliki korelasi yang kuat dengan parameter keluaran berupa kalsium, fosfor, protein, peptin, dan lemak, namun parameter kadar gas amonia tidak menunjukkan korelasi signifikan terhadap hasil tersebut.
Kata Kunci
Rincian Artikel
Hak Cipta (c) 2024 Sewagati
Artikel ini berlisensi Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.